Dalam berumah tangga, seorang suami
berkewajiban untuk menafkahi keluarganya. Sehingga merupakan hal yang
lumrah bila suami lebih banyak yang bekerja bila dibandingkan dengan
wanita. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan bila seorang wanita
juga bekerja dan bahkan menjadi tulang punggung keluarga.
Idealnya seorang suami dan istri saling bahu membahu memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Bila suami memberikan nafkah, maka sang istri yang
mengatur keuangan. Namun, terkadang nafkah yang diberikan oleh suami
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga akhirnya
sang istri ikut bekerja untuk membantu suami. Dengan begitu, sang istri
akan memiliki penghasilannya sendiri.
Lantas, bagaimanakah hukum penghasilan istri ? Berhak kah seorang suami
untuk mengambil gaji istrinya ? Dan, wajibkah istri memberikan sebagian
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya ? berikut ulasan
selengkapnya.
Berdasarkan fatwa ulama, disepakati bahwa bila pendapatan atau gaji
suami yang juga menjadi hak bagi istrinya, maka berbeda halnya dengan
gaji istri dari pekerjaan yang dilakukannya adalah milik istri dan tidak
ada hak bagi suaminya sedikitpun. Terkecuali jika sang istri dengan
ikhlas memberikannya untuk membantu atau menopang keuangan keluarga.
Apabila seorang suami memakan harta milik istri tanpa sepengetahuannya,
maka dapat dikatakan bahwa ia berdosa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
“Janganlah memakan harta orang lain diantara kalian secara batil” (QS. An-Nisa: 83)
Saat seseorang bertanya kepada Syaikh ‘abdullah bin ‘Abdur Rahman
al-Jibrin tentang hukum suami yang mengambil uang milik istrinya untuk
kemudian digabungkan dengan uangnya. Maka Syaikh al-Jibrin mengatakan
bahwa tidak disangsikan lagi bahwa istri lebih berhak dengan mahar dan
harta yang ia miliki, baik melalui usaha yang dilakukannya, warisan,
hibah dan harta yang ia miliki. Maka itu merupakan hartanya dan menjadi miliknya.
Sehingga dialah yang paling berhak untuk melakukan apa saja dengan
hartanya tersebut tanpa ada campur tangan dari pihak lainnya.
Seorang wanita berhak untuk mengeluarkan hartanya untuk kepentingannya
atau untuk sedekah, tanpa harus meminta izin pada suaminya. Dan diantara
dalilnya adalah hadist dari Jabir bahwa Rasulullah SAW berceramah di
hadapan jamaah wanita, beliau berkata
“Wahai para wanita, perbanyaklah sedekah, sebab saya melihat kalian
merupakan mayoritas penghuni neraka.” Sehingga, para wanita itupun
berlomba-lomba menyedekahkan perhiasan mereka dan mereka melemparkannya
di pakaian Bilal (HR. Muslim)
Sehingga, apabila seorang istri ingin bersedekah, maka orang yang paling
utama berhak menerima sedekahnya tersebut adalah suaminya sendiri dan
bukan orang lain. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist dari Abu
Sa’id ra.
“Dari Abu Sa’id al Khudri ra berkata bahwa, “Zainab, istri Ibnu Mas’ud
datang meminta izin untuk bertemu Rasulullah. Beliau bertanya, “Zainab
yang mana ?”. Kemudian ada yang menjawab, “Istrinya Ibnus Mas’ud.” Dan
Rasulullah mengatakan,“baik, izinkanlah dirinya”. Maka zainab pun
berkata, “Wahai nabi Allah, Hari ini engkau memerintahkan untuk
bersedekah. Sedangkan aku memiliki perhiasan dan ingin bersedekah.
Namun, Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak
menerima sedekahku.” Lantas Rasulullah bersabda, “Ibnu Mas’ud berkata
benar. Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.” (HR. Imam
Bukhari)
Bahkan, dalan hadist lainnya disebutkan bahwa Rasulullah berkata bahwa,
“Benar, ia mendapatkan dua pahala yaitu pahala menjalin tali kekerabatan
dan pahala sedekah.
Mengenai hadist diatas, Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd mengatakan bahwa pelajaran yang bisa diambil adalah :
- Seorang wanita diperbolehkan untuk bersedekah pada suaminya yang miskin
- Suami merupakan orang yang paling utama untuk menerima sedekah dari istrinya dibandingkan orang lain
- Istri diperbolehkan untuk bersedekah pada anak-anaknya dan kaumkerabatnya yang tidak menjadi tanggungannya
- Sedekah istri yang demikian merupakan bentuk sedekah yang paling utama.
Demikianlah ulasan mengenai penghasilan istri. Sehingga bisa dikatakan
bahwa pepatah yang mengatakan “uang suami adalah milik istrinya,
sedangkan uang istri adalah milik istri” bukanlah sebuah kata-kata
kosong tanpa makna. Sebab, semuanya sudah dijelaskan dalam Islam bahwa
hal tersebut benar adanya.
Dengan demikian, semoga para suami bisa adil memperlakukan penghasilan
istri dengan tidak mengambil harta istri tanpa keridhoannya. Dan sudah
seharusnya seorang istri bersikap bijak jika memiliki harta atau
penghasilan melebihi suami.
Sumber: palingyunik.blogspot.co.id